Manajemen Penagihan Recoveries




I.  PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang

Dalam industry Asuransi/Penjaminan,  selain imbal jasa penjaminan (IJP)/Premi, recoveries merupakan  salah satu  sumber  pendapatan perusahaan yang potensial dan harus dikelola dengan optimal  untuk mendukung kegiatan operasioal perusahaan. Perusahaan Asuransi/Penjaminan Kredit yang telah menjalankan perjuangan asuransi/penjaminan yang relatif baik akan memperhatikan pengelolaan penagihan recoveries dengan administrasi penagihan recoveries yang handal dan efektif.    

Pada perusahaan asuransi/penjaminan yang sedang  berkembang,  jumlah dan nilai subrogasi terus mengalami peningkatan seiring dengan  perkembangan nilai klaim yang dibayar kepada Penerima Jaminan/Insured Company. Nilai Subrogasi yang terus meningkat ini  menuntut pengelolaan penagihan recoveries  tidak sanggup lagi memakai cara manual atau tradisional  namun  harus memakai  suatu system terintegrasi secara komputerisasi dan melibatkan unit penutupan (akseptasi  asuransi/penjaminan) dan Klaim.  
 
Dalam mengelola kekayaan  dan asset perusahaan yang terus berkembang terutama yang berkenaan dengan Hak Subrogasi perusahaan diharapkan suatu pengendalian administrasi yang dapat mengurangi kerugian yang lebih besar berupa tidak tertagihnya recoveries. Perusahaan Asuransi Kredit sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa asuransi/penjaminan kredit  tidak terlepas dari permasalahan penagihan recoveries yang melibatkan Penerima Jaminan/debitur/Perbankan. Perkembangan jenis dan karakteristik produk yang dinamis dan terus tumbuh,  beragamnya perjanjian bisnis menyerupai PKS dan semakin luasnya jejaring perjuangan melahirkan banyak sekali macam jenis transaksi  usaha yang berpotensi menyebabkan   peningkatan jumlah klaim  dari tahun ke tahun. Kerugian perusahaan yang berasal dari peningkatan pembayaran klaim ini sanggup dikurangi dengan perolehan pendapatan recoveries.

Pengelolaan penagihan recoveries  memerlukan suatu sistem teknologi  informasi yang dapat menghasilkan data yang cepat, akurat, up-to date dan sanggup dipertanggungjawabkan. Pencatatan Hak Subrogasi dan pendapatan recoveries  perlu  menggunakan  sistem komputerisasi  dengan banyak sekali macam kegiatan aplikasi.  

Kompleksitas permasalahan jumlah data Saldo Hak Subrogasi (SHS) dan Recoveries  seperti yang disebutkan diatas diperkirakan  dapat mensugesti kinerja keuangan perusahaan. Peningkatan nilai Subrogasi  yang relatif tinggi ini memerlukan pengelolaan penagihan recoveries  yang efektif, transparan, akuntabel serta sanggup disajikan untuk kebutuhan para stakeholder.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan penagihan recoveries  saat ini yakni pengelolaan penagihan recoveries harus sanggup memenuhi ketentuan dan regulasi dari pemerintah; Sistem Informasi Subrogasi yang belum optimal mendukung kegiatan subrogasi, belum adanya aliran baku wacana manajemen penagihan recoveries yang standard  dan ketersediaan SDM yang handal.
  
1.2.      Maksud dan Tujuan
Maksud penyusunan Pedoman Manajemen  Penagihan Recoveries (Recoveries Collecting Management) adalah untuk tercapainya optimalisasi pengelolaan penagihan recoveries  dan dipakai sebagai petunjuk pelaksanaan yang baku dan wajib dilaksanakan di seluruh unit kerja terkait baik di kantor Pusat, Kantor Cabang dan Kantor Perwakilan  agar  efektif dan akuntanbilitasnya sanggup terjamin. Sementara itu, tujuan penyusunan aliran ini yakni sebagai berikut:
a.            Tercapainya optimalisasi pendapatan perusahaan
b.            Tercapainya sasaran perolehan recoveries  yang menjamin sustainbilitas perusahaan
c.             Memudahkan pelaksanaan dan mempercepat proses penagihan recoveries  Perusahaan
d.            Mencegah kemungkinan kerugian perusahaan  sebagai  akibat tidak tertagihnya recoveries
e.             Menegakkan disiplin dan tanggung jawab Pejabat/Pegawai Perusahaan dalam pengelolaan  penagihan recoveries  perusahaan

1.3.      Konsep dan Definisi
Konsep dan definisi yang dipakai  dalam pedoman pengelolaan penagihan recoveries perlu diuraikan  agar diperoleh persamaan persepsi dan tindakan yang sama dari seluruh pejabat atau pegawai yang menangani pengelolaan penagihan recoveries  perusahaan.

Penjelasan arti dan istilah tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

a.    Subrogasi yakni hak yang timbul jawaban Penjamin telah memperlihatkan penggantian sejumlah uang kepada Penerima Jaminan (Obligeel) lantaran Terjamin (Principal) tidak sanggup menuntaskan kewajibannya kepada Penerima Jaminan (Obligee), yang besarnya sama dengan ganti rugi/klaim yang dibayar oleh Penjamin. Atau dengan kata lain : pengalihan hak tagihan yang semula dimiliki oleh Penerima Jaminan (Obligee) kepada Penjamin  sebagai konsekuensi pembayaran klaim.

b.      Prinsip Indemnity adalah  sebagai kompensasi keuangan yang niscaya dan cukup untuk mengembalikan posisi keuangan Tertanggung sehabis insiden kerugian, sama dengan posisi keuangan sesaat sebelum terjadinya insiden kerugian tersebut. Hal yang fundamental yakni bahwa Penjamin/Penanggung berhak atas indemnity tapi dihentikan lebih dari besarnya klaim yang dibayarkan. Subrogasi membolehkan Penjamin/Penanggung menggantikan kedudukan Penerima Jaminan/Tertanggung dalam memperoleh laba atas adanya kejadian yang dijaminkan.

c.       Rekonsiliasi yakni penetapan pos-pos yang diharapkan untuk mencocokkan saldo masing-masing dari 2 (dua) akun atau lebih yang mempunyai kekerabatan satu dengan yang lainnya. Dari pengertian tersebut sanggup diartikan bahwa rekonsiliasi merupakan kegiatan untuk memulihkan kekerabatan kedua belah pihak dalam menuntaskan perbedaan data yang disampaikan Bank kepada pihak perusahaan. Rekonsiliasi data SHS ini secara harfiah yakni penetapan pos-pos yang diharapkan untuk mencocokkan data SHS dan setoran recoveries per debitur  dari Daftar R/C Bank  untuk masing-masing dari 2 (dua) akun atau lebih yang mempunyai kekerabatan satu dengan yang lainnya.

d.      Recoveries Collecting Management (RCM) yakni  suatu proses penagihan recoveries yang melibatkan unit kerja subrogasi dan unit kerja terkait dalam menagih recoveries kepada  pihak yang mempunyai kewajiban pembayaran recoveries dengan memakai sumber daya (sumber daya internal (Penagihan mandiri) dan kerjasama dengan pihak eksternal menyerupai Jamdatun/Asdatun/Kajati, Lawyer dan Debt Collector) dengan berbasis sistem informasi subrogasi yang sanggup menyajikan pelaporan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.


1.4.      Pengertian Recoveries Bermasalah
Dalam pengelolaan penagihan recoveries, recoveries bermasalah yakni obyek pengelolaan penagihan recoveries  yang harus dirumuskan dan dipersamakan persepsi wacana konsep recoveries bermasalah tersebut. Beberapa pengertian recoveries bermasalah yang menjadi dasar pengelolaan penagihan recoveries yakni sebagai berikut:

1)      Recoveries yang mempunyai kemungkinan timbulnya risiko dikemudian hari bagi perusahaan dalam arti luas
2)      Mengalami kesulitan di dalam proses penagihannya yang disebabkan tidak kooperatifnya kawan perjuangan perusahaan atau data alamat (contact person) sudah tidak ada
3)      Recoveries dimana pembayarannya dalam ancaman terutama apabila sumber-sumber pembayaran recoveries yang diharapkan diperkirakan tidak cukup untuk membayar recoveries sehingga belum mencapai/memenuhi sasaran yang diinginkan oleh perusahaan
4)      Recoveries dimana terjadi cidera komitmen dalam komitmen pembayaran recoveries  sesuai perjanjian sehingga terdapat tunggakan atau ada potensi kerugian berupa kehilangan recoveries di perusahaan (Terjamin/Penerima Jaminan/Agen/Principal) sehingga mempunyai kemungkinan timbulnya risiko di lalu hari bagi perusahaan dalam arti luas.



1.5.      Pengertian Nasabah dalam Pengelolaan Penagihan Recoveries
1)      Yang termasuk nasabah perjuangan perusahaan antara lain yakni Terjamin, Penerima Jaminan, Principal dan Agen.
2)      Nasabah yang memiliki kewajiban pembayaran recoveries kepada perusahaan yakni Nasabah yang telah  menerima pembayaran Klaim sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

1.6.      Ruang Lingkup Pengelolaan Penagihan Recoveries
Dalam aliran pengelolaan penagihan recoveries  ini  membahas wacana kegiatan pengelolaan penagihan recoveries mulai pada legalisasi dan pencatatan data Hak Subrogasi sampai pada metode penagihan recoveries. Metode penagihan recoveries yang sanggup dilakukan meliputi  penagihan dilakukan secara mandiri, memakai Jamdatun/Asdatun/Kajati  dan Pihak Ketiga (Lawyer atau Debt Collector).  Perusahaan asuransi kredit yang berbadan BUMN, biasanya melayani penutupan produk kegiatan dari pemerintah menyerupai Penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan non kegiatan menyerupai Suretyship dan Asuransi Kredit.

II.    PENGELOLAAN PENAGIHAN RECOVERIES
2.1. Proses Pengakuan & Pencatatan Recoveries Perusahaan
Identifikasi  dan analisis permasalahan recoveries perusahaan sanggup dilakukan mulai  dari  pembayaran klaim yang ditandai dengan keluarnya Claim Statement dan Surat Perintah Pemindahbukuan (SPP) klaim. Berkas Klaim berupa CS dan SPP ini merupakan langkah awal pencatatan data SHS. Secara lengkap alur kegiatan penagihan recoveries sebagai berikut :
Gambar. Alur Kegiatan Penagihan Recoveris

 pendapatan perusahaan yang potensial dan harus dikelola dengan optimal  MANAJEMEN PENAGIHAN RECOVERIES




 
Alur kegiatan penagihan recoveries sanggup dijelaskan sebagai berikut:
1.        Pengolahan berkas klaim. Klaim  sudah dibayar  dibuktikan dengan terbitnya Claim Settlement dan SPP dari Bagian Keuangan dan secara otomatis akan memunculkan Hak Subrogasi (HS).  
2.        Data HS dari masing-masing principal/debitur yang mempunyai kewajiban pembayaran recoveries diolah dan disajikan dalam Laporan Saldo Hak Subrogasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan penagihan recoveries
3.        Laporan Saldo Hak Subrogasi (SHS) ini dipakai sebagai dasar dan informasi untuk melaksanakan penagihan recoveries kepada Principal/Debitur. Keakuratan dan kemutakhiran data SHS sangat memilih efektifitas penagihan recoveries.
4.        Penagihan recoveries sanggup dikelompokan menjadi 2 (dua) produk utama yaitu produk KUR dan Non KUR. Hal ini tergantung pada product profile perusahaan asuransi kredit.  Metode penagihan recoveries untuk kedua produk tersebut berbeda tersendiri. Penagihan recoveries produk KUR dipakai metode rekonsiliasi data SHS KUR dengan bank pelaksana KUR sedangkan penagihan recoveries Non KUR sanggup dilakukan antara lain dengan cara mandiri, berhubungan dengan Jamdatun/Asdatun/Kajati dan Pihak Ketiga (Lawyer dan Debt Collector).

2.2. Tahapan Tindakan Pengelolaan Penagihan Recoveries

a. Penagihan Recoveries Non KUR (Produk Program)
Dalam penagihan recoveries, tindakan (action plan) yang sanggup dilakukan yakni sebagai berikut:
1.            Penyajian data SHS
2.            Pengiriman surat tagihan
3.            Telpon
4.            Melakukan konfirmasi (dengan surat/telpon)
5.            Kunjungan pribadi (OTS) ke principal/debitur (jika diperlukan)
Sedangkan menurut aging recoveries, status recoveries Non KUR dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu Hijau (aging kurang dari 2 bulan), Kuning (kurang 22 bulan), Merah (kurang 12 bulan) dan Coklat (lebih dari 3 tahun). Kelompok aging recoveries ini memilih tindakan yang harus dilakukan dalam proses penagihan recoveries menyerupai pada gambar di bawah ini.

 pendapatan perusahaan yang potensial dan harus dikelola dengan optimal  MANAJEMEN PENAGIHAN RECOVERIES








Pada ketika aging recoveries warnna merah, tindakan penagihan recoveries lebih intensif lagi  bekerjasama dengan Pihak Eksternal (Asdatun/Kajati, Pihak Ketiga lainnya (lawyer dan debt collector)). Sebelum penagihan recoveries diserahkan ke pihak eksternal perlu dilakukan seleksi sasaran principal/debitur  yang pantas dan proses penyelesaian klaimnya secara aturan tidak bermasalah.
Sedangkan pada ketika aging recoveries warna Coklat pada siklus II, tindakan penagihan recoveries lebih intensif lagi dengan melibatkan unit kerja terkait di Kantor Pusat dan institusi pemerintah yang relevan pada level yang lebih tinggi.
 b. Penagihan Recoveries KUR
Untuk produk KUR, tindakan (action plan) penagihan recoveries yang sanggup dilakukan yakni sebagai berikut:
1.            Penyajian data SHS
2.            Pengiriman surat tagihan
3.            Telpon
4.            Melakukan konfirmasi (dengan surat/telpon)
5.            Kunjungan pribadi (OTS) ke principal/debitur (jika diperlukan)
6.            Rekonsiliasi data SHS
Sedangkan menurut aging recoveries, status recoveries KUR dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu Hijau, Kuning dan Merah. Kelompok aging recoveries KUR  ini memilih tindakan yang harus dilakukan dalam proses penagihan recoveries menyerupai pada gambar di bawah ini.


 pendapatan perusahaan yang potensial dan harus dikelola dengan optimal  MANAJEMEN PENAGIHAN RECOVERIES

 
 
2.3. Sistem Monitoring Penagihan Recoveries
Salah satu faktor penentu efektifitas pengelolaan penagihan recoveries yakni kegiatan penilaian dan monitoring dari setiap tindakan (action) yang sudah diambil. Keberhasilan sistem penilaian dan monitoring penagihan recoveries sanggup diwujudkan dengan pemberian sistem informasi berbasis komputerisasi. Untuk kebutuhan penilaian dan monitoring penagihan recoveries KUR dan Non KUR (Non Program) antara lain sanggup memakai tabulasi menyerupai di bawah ini.
 pendapatan perusahaan yang potensial dan harus dikelola dengan optimal  MANAJEMEN PENAGIHAN RECOVERIES



 pendapatan perusahaan yang potensial dan harus dikelola dengan optimal  MANAJEMEN PENAGIHAN RECOVERIES



pendapatan perusahaan yang potensial dan harus dikelola dengan optimal  MANAJEMEN PENAGIHAN RECOVERIES



pendapatan perusahaan yang potensial dan harus dikelola dengan optimal  MANAJEMEN PENAGIHAN RECOVERIES




4. Gerakan Sadar Subrogasi
Dalam penerapan administrasi penagihan recoveries perlu digalakkan Gerakan Sadar Subrogasi di dalam proses bisnis mulai proses akseptasi/penutupan penjaminan/asuransi hingga pada proses penyelesaian klaim.
Gerakan sadar subrogasi pada proses penutupan asuransi dimulai dengan memperlihatkan persyaratan agunan/colateral kalau memungkinan sesuai dengan fitur produk asuransi kredit dan melengkapi data keterangan wacana SPKMGR dan agunan dalam sistem database.

Sedangkan gerakan sadar subrogasi pada proses penyelesaian klaim yakni memastikan bahwa principal yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk membayar recoveries dan mempunyai komitmen untuk pembayarannya.

Dengan menggalakan gerakan sadar subrogasi ini diharapkan sanggup mendukung peningkatan perolehan pendapatan recoveries yang pada balasannya akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.

III.    Penutup
Kunci keberhasilan penagihan (Key Success Factor) recoveries yakni sebagai berikut:
1.      Kesediaan Sumber Daya Manusia yang menangani penagihan recoveries. Kompetensi dan jumlah SDM merupakan kunci utama suksesnya penagihan recoveries.
2.      Ketersediaan data subrogasi dan recoveries yang lengkap, valid dan up to date.
3.      Kerjasama dengan Pihak Ketiga (Jamdatun/Asdatun/Kajati, Lawyer dan Debt Collector)
4.      Sumber daya lainnya yang dibutuhkan untuk kelancaran penagihan recoveries.









Sumber http://mulyono-oke.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel