Dalam Penjaminan Kur, Perusahaan Penjaminan Terancam Pailit

Sejak dimulainya Penjaminan KUR Inpres No. 6/2007 pada bulan Desember 2007, Perusahaan Penjaminan mulai mencicipi kerugian sebagai jawaban besarnya klaim yang timbul. Dengan rata-rata NPL KUR perbankan di atas 5 % per tahun dan IJP yang diterima perusahaan penjaminan hanya sebesar 1,05 % per tahun, sanggup dipastikan perusahaan penjaminan merugi bahkan dikhawatirkan dalam jangka panjang sanggup menggerus Penyertaan Modal Negara (PMN) yang ditempatkan sebagai ekuitas perusahaan. Kondisi ini pada risikonya menyebabkan perusahaan penjaminan akan mengalami kebangkrutan atau pailit. Seperti halnya yang terjadi pada PT. Askrindo yang merugi sebesar Rp. 75,92 milyar pada tahun 2009. Pemerintah seyogyanya melaksanakan perubahan kebijakan pelaksanaan penjaminan KUR semoga sustainbility kegiatan KUR tetap terjaga.

Peranan Perusahaan Penjaminan.
Dalam dua dekade terakhir ini, peranan ekonomi UMKM sangat dirasakan sebagai bab ekonomi kerakyatan dalam tatanan perekonomian nasional yang memegang posisi sangat strategis. Untuk meningkatkan peranan ekonomi UMKM, Pemerintah melaksanakan pemberdayaan UMKM dengan memperlihatkan kanal keuangan dan pembiayaan kepada UMKM yang mengalami kesulitan memperoleh kemudahan kredit dari perbankan alasannya ketiadaan agunan walaupun usahanya layak atau dikenal sebagai calon nasabah yang feasible but not bankable. Untuk mengatasi dilema tersebut diatas, maka diharapkan adanya keberadaan Lembaga Penjaminan Kredit yang bertindak sebagai forum intermediary antara perbankan dengan UMKM sehingga UMKM sanggup feasible dan bankable melalui prosedur penjaminan kredit sebagai pengganti agunan yang dipersyaratkan perbankan.
Lembaga Penjaminan Kredit atau perusahaan penjaminan mempunyai peranan yang penting dalam sistem perkreditan nasional, Perusahaan penjaminan mempunyai tugas antara lain sebagai ; (a) Pelengkap sistem perkreditan (credit supplementary institution);(b) Lembaga penjamin/ Institutional Collateral ; dan (c) Memperbesar kanal UMKM ke sumber pembiayaan. Perusahaan penjaminan sebagai forum intermediary sanggup memainkan peranan penting dalam menghubungkan kebutuhan UMKM, Pemerintah dan perbankan yang mempunyai permasalahan yang sama dalam sistem perkreditan nasional. Secara umum kondisi-kondisi yang dihadapi UMKM, Pemerintah, dan Perbankan dalam penyaluran kredit perbankan ialah :
1. Permasalahan yang dihadapi UMKM dalam memperoleh kanal pembiayaan dari perbankan antara lain:
a. Tidak mempunyai agunan atau terbatasnya agunan.
b. Risiko perjuangan relatif tinggi mengingat keterbatasan dalam skill dan manajemen.
2. Dari sisi pemerintah, mempunyai kepentingan untuk membuatkan UMKM dengan tujuan antara lain:
a. Memperkuat pondasi perekonomian nasional mengingat lebih 90% jumlah perjuangan di Indonesia tergolong UMKM.
b. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
c. Mengurangi social cost mengingat besarnya perembesan tenaga kerja yang sanggup ditampung.
d. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari perkembangan industri tempat yang didukung dengan pengembangan UMKM mengingat keberadaan UMKM tersebar di seluruh pelosok tanah air.
3. Dari sisi perbankan, kondisi yang dihadapi antara lain:
a. Biaya pengelolaan penyaluran kredit kepada UMKM relatif tinggi.
b. Risiko kredit UMKM relatif tinggi
c. Cadangan atas risiko kredit UMKM yang dibuat cukup besar.

Berlandaskan pada peranan perusahaan penjaminan, kebutuhan UMKM, Pemerintah dan perbankan maka langkah pemerintah sudah sempurna dengan menerbitkan Inpres No. 6 tahun 2007 perihal Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM yang menugaskan perusahaan penjaminan untuk melaksankan penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kebijakan pemerintah ini secara faktual akan menjadi pendorong terciptanya iklim yang lebih favorable untuk pengembangan UMKM berupa pemberian kemudahan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari perbankan yang ditunjuk yaitu Bank BRI, Mandiri, BNI, Bukopin, BSM dan bank BTN. Salah satu langkah konkrit kebijakan pemerintah untuk merealisasikan Inpres No.6/2007, Pemerintah telah memperlihatkan embel-embel PMN sebesar Rp 1,5 triliun pada selesai tahun 2007 kepada 2 (dua) perusahaan penjaminan yaitu PT. Asuransi Kredit Indonesia dan Perum Jamkrindo dengan tujuan antara lain: 1) Meningkatkan kapasitas penjaminan perusahaan penjaminan untuk menjamin penyaluran KUR yang setiap tahunnya diperkirakan meningkat; dan 2) Meningkatkan kemampuan untuk pembayaran klaim penjaminan KUR sehingga sanggup mengurangi risiko kredit perbankan penyalur KUR.

Selama periode 2007 - 2009, berdasarkan data dari PT. Askrindo dan Perum Jamkrindo, Penjaminan KUR telah menjamin KUR sebesar Rp. 16,66 triliun dengan asumsi jumlah UMKM sebanyak 2,2 juta unit dan diperkirakan telah menyerap tenaga kerja sebanyak 5,04 juta orang. Kinerja perusahaan penjaminan yang relatif baik terutama PT. Askrindo yang ditujukan dengan pencapaian gearing ratio yang melebihi 10 kali ternyata berdampak negatif pada kinerja keuangan perusahaan secara keseluruhan yaitu pada tahun 2009 mengalami kerugian sebesar Rp. 75,92 milyar menyerupai yang terungkap pada ketika Rapat Kerja dengan Komisi XI dewan perwakilan rakyat RI pada tanggal 18 Pebruari 2010. Hal ini terjadi alasannya klaim yang timbul yaitu sebesar Rp. 280,63 milyar lebih besar dari imbal jasa penjaminan (IJP) yang diterima oleh PT. Askrindo yaitu sebesar Rp. 119,55 milyar. Dalam penjaminan KUR ini, semakin besar nilai penjaminan KUR maka semakin besar peluang klaim yang terjadi alasannya penjaminan KUR merupakan penjaminan kredit yang berisiko tinggi dibandingkan dengan bisnis penjaminan kredit lain atau penjaminan proyek (bonding). Selain nilai IJP yang relatif lebih kecil dari klaim, fitur penjaminan KUR lainnya juga kurang mendukung sustainbility kegiatan KUR dan perusahaan penjaminan itu sendiri. Disinilah peranan Regulator untuk segera melaksanakan pembiasaan kebijakan terhadap fitur pokok penjaminan KUR semoga perusahaan penjaminan tidak mengalami kerugian atau bahkan bangkrut.


Perlu kebijakan baru
Program penjaminan KUR yang populis ini perlu memperoleh proteksi semua pihak terutama pemerintah semoga sustainbility kegiatan tersebut tetap terjaga. Namun pada kenyataannya, kebijakan pemerintah yang diimplementasikan pada fitur penjaminan KUR ternyata dalam jangka waktu panjang berdampak jelek terhadap kesehatan keuangan perusahaan penjaminan. Untuk itu perlu seyogyanya pemerintah mengambil langkah kebijakan gres untuk merubah fitur penjamian KUR semoga penjaminan KUR yang dikategorikan sebagai bisnis berisiko ini tidak menyebabkan perusahaan penjaminan mengalami kebangkrutan. Sinyalemen berpengaruh penjamian KUR berisiko tingggi ialah dengan rata-rata NPL KUR perbankan setiap tahunnya di atas 5 %. Pada tahun 2009 saja, NPL KUR perbankan telah mencapai angka 5,82 % jauh diatas tarif IJP yang diterima perusahaan penjaminan yang hanya sebesar 1,05 %. Walaupun pemerintah telah melaksanakan penyesuai tarif IJP mulai Pebruari 2010 sesuai PMK No.22/2010, tarif IJP meningkat menjadi sebesar 3,25 % sehingga IJP yang diterima perusahaan penjaminan menjadi sebesar 2,275 % (70 % X tarif IJP 3,25%), namun kenaikan IJP tersebut diperkirakan belum sanggup menutup kerugian karena masih jauh perbedaannya dengan rata-rata NPL KUR perbankan yang tercatat diatas 5 % per tahun.

Fitur Pokok Penjaminan KUR Saat ini
1. IJP yang diterima ialah 1,05% ≤ NPL KUR perbankan
2. IJP yang diterima 1,05 diperoleh dari tarif IJP dikalikan dengan Coverage 70 % atau 1,05 % = 1,50% X 70 %
3. Pembayaran IJP dibayar 2 kali setahun
4. Tidak dikategorikan sebagai Public Service Obligation
5. Belum ada kejelasan penyelesaian kerugian apabila PMN telah habis membayar klaim penjaminan KUR Menempatkan PMN sebagai modal peningkatan kapasitas penjaminan alasannya semakin meningkatnya penyaluran KUR yang akan dijamin

Usulan Perubahan Fitur:
1. IJP diubahsuaikan untuk mengimbangi perkembangan NPL KUR Perbankan
2. IJP yang diterima seharusnya 100 % bukan berdasarkan coverage sebesar 70 %.
3. IJP dibayarkan dimuka atau cash and carry
4. Pembayaran klaim berasal dari PMN yang diberikan oleh Pemerintah PMN dipandang
5. sebagai modal untuk meningkatkan kapasitas penjaminan bukan sebagai dana untuk membayar klaim
6. Dikategorikan sebagai PSO dengan contoh PSO ialah memperlihatkan subsidi dengan mengganti kerugian penjaminan KUR apabila IJP dan hasil investasi tidak sanggup membayar klaim dan biaya operasional atau disederhanakan dengan rumus :
= (IJP+Hasil investasi) – (Klaim + biaya operasional)
7. Ada penambahan PMN setiap tahun Perlu terus menerus penambahan PMN untuk memperkuat kapasitas penjaminan KUR


Berbagai cara alternatif perubahan fitur penjaminan KUR sanggup dilakukan untuk mendukung sustainbility penjaminan KUR menyerupai yang diuraikan di atas. Namun perubahan fitur tersebut harus dilakukan secara selektif dan hati-hati alasannya menyangkut keuangan negara dan kepentingan rakyat. Perubahan fitur penjaminan KUR yang sempurna dalam jangka pendek yang harus dilakukan oleh pemerintah ialah melaksanakan penyesuai tarif IJP untuk mengimbangi perkembangan NPL KUR perbankan dan secara terus menerus memperlihatkan PMN untuk memperkuat kapasitas penjaminan. Pemberian PMN kepada perusahaan penjaminan harus secara proporsional yang didasarkan pada pencapaian gearing ratio atau jumlah nilai penjamina KUR. Pemberian PMN yang sama pada kedua perusahaan penjaminan akan memperlihatkan dampak yang kurang sehat terhadap peningkatan kinerja penjaminan KUR dan mengganggu ketidakadilan bisnis tersebut. Disamping itu, perusahaan penjaminan harus sanggup mendapatkan IJP secara penuh atau 100 % bukan diubahsuaikan dengan coverage penjaminan sebesar 70 %. Seandainya memungkinkan penjaminan KUR sanggup dikategorikan sebagai PSO, maka contoh PSO yang sempurna ialah pemerintah memperlihatkan ganti rugi atau subsidi dengan mengganti kerugian penjaminan apabila IJP dan hasil investasi sudah tidak sanggup lagi membayar klaim dan biaya operasional. Pola PSO relatif sulit dilakukan alasannya berbenturan dengan sistem pembentukan APBN yang tidak sanggup mengakomodir fluktuasi kerugian yang timbul. Namun demikian, kesulitan penetapan penjaminan KUR sebagai kegiatan PSO tergantung pada komitmen pemerintah sebagai regulator untuk melaksanakan pembiasaan terhadap kebijakan yang menghambat. Kembali lagi, sustainbility penjaminan KUR berada ditangan pemerintah sebagai pemegang saham dan regulator. Kita lihat saja nanti apa yang akan dilakukan pemerintah.


*). Mulyono, SE, MM, Pengamat Penjaminan Kredit
Sumber http://mulyono-oke.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel