Acsic Kesepakatan Global Menyebarkan Ukm

Keberadaan ACSIC, yang didirikan tahun 1987 merupakan kesepakatan global di lingkungan negara-negara Asia yang bertujuan menngembangkan UKM, bagi pemerintah Indonesia sangat dibutuhkan dalam mengimplementasikan salah satu isi pokok Inpres no. 6 tahun 2007 yaitu berbagi UKM melalui prosedur penjaminan kredit UKM. Lembaga Penjaminan Kredit (LPK) yang tergabung dalam ACSIC menyerupai dari negara Jepang, Taiwan, Korea, dan Malaysia telah berhasil memperkuat UKM sehingga menunjukkan bantuan ekonomi yang besar bagi pertumbuhan ekonomi dan menyerap lapangan pekerjaan. Hal yang sama juga dilakukan oleh LPK milik pemerintah menyerupai (PT Askrindo dan Perum Sarana) yang telah berhasil berbagi UKM semenjak tahun 1971. Pemerintah diharapkan memanfaatkan ACSIC secara optimal untuk memperoleh masukan dan dukungan biar agenda pengembangan UKM berhasil.


Peranan ACSIC
Kekuatan ekonomi global selama ini selain digerakkan oleh kekuatan ekonomi besar lengan berkuasa yang terdiri dari perusahaan besar baik perusahaan multinasional dan peusahaan nasional juga digerakkan oleh kekuatan ekonomi kecil yang notebene terdiri dari Usaha Kecil, dan Menengah (UKM) atau dikenal sebagai Small Medium Enterprises (SMEs). Peranan UKM di setiap negara mempunyai karakteristik tersendiri dalam menggerakan roda ekonomi sesuai dengan sumbe daya yang dimiliki dan terbukti secara signifikan menyumbangkan bantuan yang relatif besar bagi perekonomian dan menyerap lapangan pekerjaan. Namun UKM di setiap negara mempunyai permasalahan yang sama dalam berbagi perjuangan yaitu sulit memperoleh dana perbankan untuk menambah modal kerja dan investasi.
Persamaan persoalan yang dihadapi oleh UKM untuk memperoleh susukan keuangan dari perbankan mendorong pemerintah untuk membantu menjamin kredit UKM yang diperoleh dai perbankan. Kondisi ini mendorong terbentuknya Lembaga Penjaminan Kredit (LPK) (Credit Guarantee Corporation) yang mempunyai fungsi untuk menjamin kredit yang diterima UKM dari perbankan. Penjaminan kredit ini diharapkan bagi UKM yang tidak memenuhi persyaratan bank untuk meminjam kredit (unbankable) namun mempunyai prospek bisnis yang baik (eligible). Tujuan simpulan dari penjaminan kredit ini ialah biar UKM tersebut berkembang baik secara modal dan kapasitas produksi serta manajemennya sehingga menjadi UKM yag bankable dan eligible. Setelah menjadi UKM bankable dan eligible maka penjaminan kredit tidak diharapkan lagi.
LPK milik pemerintah berbentuk BUMN biasanya mendapatkan suntikan dana berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) utuk menambah kapasitas penjaminan kredit sehingga LPK sanggup menjamin kredit lebih besar jumlah dan cakupan untuk membantu UKM yang belum memperoleh penjaminan kredit ini. Dengan PMN ini nilai plafond kredit dan jumlah UKM yang dijamin kreditnya akan bertambah besar. Kondisi ini akan menjadikan UKM sanggup memperoleh modal kreja atau investasi dari perbankan untuk meningkatkan kapasitas poduksi yang pada kesannya akan menyerap lapangan pekerjaan baru.
Pola kerja LPK ini hampir sama di negara-negara yang mempunyai LPK namun mempunyai taktik yang relatif berbeda diubahsuaikan dengan sumber daya dan business rules dimasing-masing negara. Peranan LPK yang sangat besar dalam memperkuat ekonomi lemah ini di masing-masing negara terutama di negara-negara Asia berafiliasi untuk saling tukar informasi, pengetahuan, dan taktik bisnis biar perjuangan LPK lebih optimal. Kerjasama ini diwujudkan lebih faktual dalam wadah Asian Credit Supplementation Institution Confederation (ACSIC) pada tahun 1987. Anggota ACSIC terdiri dari LPK milik pemerintah yang berasal dari negara Indonesia menyerupai PT. Askrindo dan Perum Sarana, Jepang (LPK Jasme dan NFCGC), Thailand (LPK SICGC), Taiwan (LPK SMEG), Malaysia (LPK CGCMB), Korea (LPK Kodit dan Kibo), Filipina (LPK GFSME dan SBGFC), dan Nepal (LPK DCGC). Sementara negara observer ACSIC ialah negara Srilangka, India, dan Papua New Gueni (PNG).
Kegiatan ACSIC setiap tahunnya terdiri dari acara konferensi, pembinaan dan workshop yang bertujuan untuk saling tukar menukar pengalaman dalam mengelola penjaminan kredit baik dari sisi administrasi pengelolaan penjaminan kredit maupun bisnis penjaminan kredit serta membuka peluang kerjasama bisnis penjaminan kredit. Manfaat yang paling dirasakan oleh anggota ACSIC ialah sanggup menunjukkan masukan, doktrin dan dorongan kepada pemerintah biar sanggup meningkatkan peranannya dalam berbagi UKM melalui prosedur penjaminan kredit.

Deklarasi Bali
Untuk meningkatkan peranan ACSIC bagi pemerintah yang sedang meningkatkan peranan UKM dalam perekonomian, ACSIC akan mengeluarkan Deklarasi Bali pada konferensi ACSIC ke 20 di Bali pada tanggal 5 – 8 November 2007. Isi deklarasi Bali ini telah disetujui oleh anggota ACSIC pada ketika konferensi ACSIC di Malaysia pada tahun 2006. Deklarasi Bali ini memperkuat kembali Piagam ACSIC yang dideklarasikan pada tanggal 17 Oktober 1997. Deklarasi Bali yang akan diaklamasikan pada konferensi tahun 2007 ini terdiri dari: Pertama, secara kontinu mengkontribusikan jasa penjaminan kredit dalam berbagi UKM di negara anggota ACSIC (continuously contribute credit guarantee services in the development of SMEs in member countries); kedua, sepakat bahwa Lembaga Penjaminan Kredit (LPK) sebagai akomodasi yang sanggup dipakai oleh pemerintah untuk mendirikan, mendorong, dan berbagi UKM. Oleh lantaran itu, misi LPK ini menyerupai forum yang bersifat Public Sevice Obligation (PSO) daripada forum yang berorientasi untung (profit oriented) (agree that the Credit Guarantee Institution is more likely a facility which can be used by Government for establishing, encouraging and developing the SMEs. Therefore the mission of the Institution is more likely as public service oriented institution rather than profit oriented institution); ketiga, memainkan peranan yang signifikan dalam melengkapi perjuangan pemerintah untuk memperkuat UKM untuk bersaing secara global (play a significant role in complementing the Government’s efforts to strengthen SMEs to compete globally); dan keempat, membangun kerjasama yang dekat dengan saling tukar pengetahuan, kunjungan belajar, dan berpartisipasi dalam seminar dan workshop selain konferensi dan ATP tahunan (build close working relationship with mutual knowledge sharing, arranged the study visit, co-organizing and participating in seminars or workshops besides the annual ATP and conference).
Keberadaan ACSIC ini sangat relevan dengan perjuangan pemerintah dalam berbagi UKM menyerupai tertuang dalam Inpres nomor 6 tahun 2007. Pemerintah dalam mengimplementasikan Inpres ini akan menyuntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp. 1,45 triliun kepada LPK milik pemerintah yaitu PT. Asuranasi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perum Sarana. Tujuan PMN ini ialah untuk menambah kapasitas penjaminan kredit LPK biar sanggup menjamin kredit dengan jumlah plafond kredit yang lebih besar dan dengan jumlah UKM (debitur) yang lebih banyak.. Dengan demikian, agenda ini diharapkan sanggup mempermudah UKM dalam memperoleh susukan perbankan untuk memperoleh modal kerja atau investasi.

Perlu Dukungan Pemerintah
Peranan LPK dalam berbagi UKM memerlukan campur tangan pemerintah lantaran dalam membantu UKM memperoleh susukan perbankan memerlukan kebijakan yang berkaitan dengan perbankan dan keuangan. LPK tidak sanggup berjalan sendiri dalam menjalankan misinya membantu UKM, namun harus ada kerja sama antara pemerintah, perbankan, dan UKM itu sendiri. Hal ini disebabkan lantaran untuk menjamin kredit UKM diharapkan kapasitas dana penjaminan kredit yang tidak kecil dan memerlukan kerjasama dengan bank plat merah. Pemerintah dalam hal ini menunjukkan santunan modal penjaminan ke LPK dan menciptakan regulasi biar perbankan mau menunjukkan kredit ke UKM. Memang menurut pengalaman menjalankan penjaminan kredit UKM, LPK cenderung mengalami kerugian lantaran Non Performance Guarantee (NPG) pada penjaminan kredit UKM ini relatif besar sehingga tidak sanggup ditanggung oleh LPK. Misal NPG ialah 4 % saja atau dalam arti terjadi kredit macet sebanyak 4 % atau kredit macet yang terjadi senilai Rp. 1,2 triliun dari plafond kredit ( misal nilai plafond kredit yang disalurkan perbankan sebesar Rp. 30 triliun) dan missal LPK menanggung kerugian dari kredit macet sebesar 70% maka klaim yang harus dibayar ialah Rp. 840 milyar (Rp. 70 % X Rp. 1,2 triliun). Jumlah klaim ini sangat besar dan kemungkinan untuk dibayar oleh LPK yang hanya mempunyai ekuitas sebanyak Rp. 800 milyar ke bawah ialah relative kecil.
Untuk itu, pemerintah di lingkungan ACSIC menunjukkan dukungan dengan menyuntikkan modal antara lain berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) biar LPK sanggup bertahan (Sustainable) dan menjalankan penjaminan kredit lebih efektif serta tidak mengalami kebangkrutan.
Kontribusi pemerintah dalam penjaminan kredit UKM ini tidak akan sia-sia lantaran semenjak tahun 1971 penjaminan kredit UKM telah berhasil meningkatkan bantuan ekonomi UKM pada perekonomian nasional. Hal ini juga telah dibuktikan oleh LPK dari negara-negara Asia yang tergabung dalam ACSIC. Seperti halnya PT. Askrindo yang telah berhasil menjamin kredit lebih dari 6,5 juta UKM (debitur) dengan jumlah kredit yang dijamin sebesar Rp. 71,5 triliun lebih semenjak tahun 1971. Keberhasilan penjaminan kredit UKM ini berhasil menggerakan sektor riil biar sanggup memperkuat struktur ekonomi nasional serta sanggup menyerap lapangan pekerjaan. Untuk itu keberadaan ACSIC sangat relevan dengan paket ekonomi pemerintah yang tertuang dalam Inpres nomor 6 tahun 2007 dan pemerintah harus optimal memakai ACSIC ini untuk memperoleh pengetahuan wacana taktik penjaminan kredit yang efektif dan efisien dalam berbagi UKM.



*) Oleh Mulyono,SE,MM, Pengamat Penjaminan Kredit
Sumber http://mulyono-oke.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel