Pengelolaan Gearing Ratio Dalam Perspektif Administrasi Risiko Korporat

Pendahuluan
Dalam menjalankan perjuangan penjaminan yang mengelola risiko perjuangan diharapkan kapasitas penjaminan yang sanggup memastikan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajibannya. Kapasitas penjaminan sangat memilih jumlah nilai penjaminan yang akan diakseptasi dan kemampuan melaksanakan kewajibannya. Lembaga Penjaminan dihentikan melaksanakan penjaminan melebihi kapasitas penjaminannya alasannya yaitu dikhawatirkan akan mengalami kesulitan dalam penyelesaian klaim yang pada kesudahannya akan merugikan peserta jaminan dan atau terjamin. Salah satu ukuran untuk mengukur kapasitas penjaminan yaitu Gearing Ratio. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.: 222/PMK.010/2008 yang ditetapkan pada tanggal 16 Desember 2008 perihal Perusahaan Penjaminan kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit Bab XVI Ketentuan Gearing Ratio pasal 42 khususnya yang menandakan perihal batasan gearing ratio tercantum pada ayat:

(3) Gearing ratio Penjaminan Usaha Produktif paling tinggi penjamin dan penjamin ulang ditetapkan sebesar 10 (sepuluh) kali.

(4) Gearing ratio penjaminan bukan Usaha Produktif Penjamin dan Penjamin Ulang paling tinggi ditetapkan 50 (lima puluh) kali.

Istilah gearing ratio pada awalnya diperkenalkan pada ketika aktivitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) mulai dijalankan pada simpulan tahun 2007 melalui Inpres No. 6/2007 dengan santunan prosedur penjaminan KUR. Pemerintah memakai indikator gearing ratio sebagai dasar pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada Perusahaan Penjaminan dengan impian nilai KUR yang disalurkan oleh perbankan pelaksana sanggup lebih besar lagi dengan adanya skim penjaminan KUR.

Gearing ratio sanggup dipakai sebagai ukuran keberhasilan Perusahaan Penjaminan Kredit (PPK) dalam mengakseptasi penjaminan KUR untuk mendukung aktivitas pemerintah menyerupai KUR Inpres No. 6/2007 dimana perbankan yang terlibat memperoleh dorongan dari pemerintah supaya mendukung aktivitas KUR tersebut. Gearing ratio yang dipakai pada aktivitas ini juga sanggup dijadikan dasar dalam pemberian modal kapasitas dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) secara proporsional kepada PPK sehingga perjuangan penjaminan lebih sehat, adil, dan dinamis.

Pemerintah tidak bisa melaksanakan intervensi kepada PPK dalam memilih sasaran gearing ratio yang harus dicapai oleh PPK alasannya yaitu besaran Gearing Ratio tergantung pada santunan perbankan dalam menyalurkan KUR.

Metode Penghitungan Gearing Ratio

Metode penghitungan Gearing Ratio menyerupai tercantum pada PMK No. 222/2008 pada pasal 42 ayat (1) dan (2), ada dua cara berdasarkan perjuangan produktif dan bukan produktif yaitu:

(1) Gearing ratio penjaminan perjuangan produktif dihitung berdasarkan perbandingan antara outstanding kredit dan/atau Pembiayaan Usaha Produktif yang dijamin dan modal sendiri higienis Penjamin atau perbandingan antara OUTSTANDING KREDIT DAN/ATAU Pembiayaan perjuangan produktif yang merupakan beban risiko Penjamin Ulang dan modal sendiri higienis Penjamin Ulang pada waktu tertentu

(2) Gearing ratio penjaminan bukan perjuangan produktif dihitung berdasarkan perbandingan antara outstanding kredit dan/atau Pembiayaan bukan perjuangan produktif yang dijamin dan modal sendiri higienis Penjamin atau perbandingan antara outstanding kredit dan/atau Pembiayaan bukan perjuangan produktif yang merupakan beban risiko Penjamin Ulang dan modal sendiri higienis Penjamin Ulang pada waktru tertentu.

Gearing Ratio merupakan suatu ukuran kapasitas portofolio penjaminan outstanding yang dilakukan perusahaan penjaminan dalam satu periode tertentu. Pengertian Gearing ratio yang harus dipahami yaitu dalam penentuan gearing ratio dikaitkan dengan perkiraan tingkat NPL kredit perbankan atau Non Performance Guarantee (NPG) dalam penjaminan pada suatu waktu tertentu. Dengan demikian, suatu modal sendiri higienis akan habis dipakai untuk membayar kewajiban pada realisasi tingkat NPL perbankan yang telah dijadikan sebagai dasar perkiraan penghitungan gearing ratio tersebut.

Contoh penghitungan:
Ada modal sendiri higienis (Equity) sebesar Rp. 1 triliun, berdasarkan data empiris ternyata NPL kredit perbankan rata-rata sebesar 10 %. Agar Penjaminan mempunyai kemampuan penyelesaian klaim dengan tingkat NPL 10 % maka ditetapkan gearing ratio sebanyak 10 kali yang artinya bahwa kemampuan/kapasitas penjaminan dengan ekuitas Rp. 1 triliun yaitu bisa menutup penjaminan sebesar Rp. 10 triliun. Misal dengan nilai ekuitas Rp 1 triliun dan nilai penjaminan outstanding yang diakseptasi yaitu Rp 10 triliun dengan perkiraan gearing ratio 10 kali, maka apabila pada ketika realisasi tingkat NPL sebesar 10 % maka nilai ekuitas sebesar Rp 1 triliun akan habis dipakai untuk membayar klaim dengan jumlah Rp 1 triliun ( 10 % X Rp 10 triliun).

Untuk menghitung gearing ratio dengan perkiraan rata-rata NPL 5 % dan ekuitas Rp 1 triliun maka gearing ratio-nya yaitu
= (100/5) X Rp. 1 triliun
= Rp. 20 triliun atau 20 kali dari ekuitas

Jika rata-rata perkiraan NPL 4 % dan ekuitas Rp. 1 triliun, maka gearing ratio ditetapkan menjadi
= (100/4) X Rp. 1 triliun
= Rp. 25 triliun atau 25 kali dari ekuitas

Dengan demikian, apabila Penjamin telah menutup penjaminan melebihi gearing ratio maka kesehatan keuangannya terancam terganggu dan mempunyai potensi menggerus ekuitas Perusahaan. Penggerusan ekuitas perusahaan akan terjadi bila nilai penjaminan telah melebihi gearing ratio dan realisasi tingkat NPL lebih besar dari perkiraan rata-rata NPL yang dipakai dalam penetapan gearing ratio. Penggerusan ekuitas akan lebih besar lagi bila realisasi NPL lebih besar dari rate Imbal Jasa Penjaminan (IJP) yang diterima. Disamping itu, besaran NPL/NPG besar lengan berkuasa atas kemampuan PPK melaksanakan kewajiban penyelesaian klaim. Misal dalam penetapan/penghitungan gearing ratio mengasumsikan rata-rata NPL sebesar 5 %, namun realisasi ternyata NPL 10 % maka akan menggerus ekuitas dan mengganggu kesehatan keuangan. Demikian juga dengaan rate IJP, bila Rate IJP yang diterima hanya 1,5 % namun NPL di atas rate IJP (misal 2,3 %) maka sanggup dipastikan ekuitas perusahaan akan tergerus. Berdasarkan hal ini, selain memperhatikan kapasitas penjaminan dengan indikator gearing ratio juga perlu diperhatikan deviasi rate IJP dengan rata-rata NPL/NPG. Ada beberapa cara untuk menyelamatkan ekuitas perusahaan dari nilai penjaminan yang melebihi batas gearing ratio yaitu dengan menambah ekuitas perusahaan, meningkatkan penerimaan premi dan menaikkan rate IJP diatas realisasi nilai rata-rata NPL/NPG serta melaksanakan akseptasi penjaminan dengan lebih memperhatikan prinsip kehati-hatian.

Metode penghitungan gearing ratio sesuai dengan PMK No.: 222/2008 dan karakteristik produk PPK ketika ini yang dipasarkan sanggup dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok besar yaitu:

1. Produk Penjaminan KUR Usaha Produktif. Penjaminan KUR selama ini diarahkan pada perjuangan produktif sehingga batas gearing rationya yaitu maksimal 10 kali. Untuk menghitung gearing ratio penjaminan KUR perjuangan produktif ini yaitu perbandingan antara outstanding nilai penjaminan KUR dengan modal higienis sendiri (ekuitas) pada suatu periode tertentu dimana ekuitas penjaminan KUR ini bersumber dari PMN dari pemerintah.

2. Produk Penjaminan Non KUR Usaha Produktif (termasuk Surtyship, Askredag, PKM dan PKK non konsumtif). Batasan gearing ratio untuk produk penjaminan non KUR perjuangan produktif yaitu maksimal 10 kali. Untuk menghitung gearing ratio penjaminan non KUR perjuangan produktif ini yaitu perbandingan antara outstanding nilai penjaminan non KUR dengan modal higienis sendiri (ekuitas) diluar PMN untuk KUR pada periode tertentu dimana ekuitas yang dipakai diperuntukkan khusus penjaminan non KUR.

3. Produk Penjaminan Non KUR bukan Usaha Produktif (contoh KUM Pegadaian dan PKK konsumtif). Batasan gearing ratio untuk produk penjaminan non KUR bukan perjuangan produktif yaitu maksimal 50 kali. Untuk menghitung gearing ratio penjaminan non KUR bukan perjuangan produktif ini yaitu perbandingan antara outstanding nilai penjaminan non KUR bukan perjuangan produktif dengan modal higienis sendiri (ekuitas) diluar PMN untuk KUR dan ekuitas penjaminan non KUR perjuangan produktif pada periode tertentu.

Konsekuensi logis dalam penghitungan gearing ratio dari ketiga kelompok produk tersebut yaitu ada pemisahan yang terperinci dan higienis atas ekuitas untuk masing-masing kelompok produk tersebut.

Pengelolaan Gearing Ratio
Pengelolaan risiko yang berkenaan dengan batasan gearing ratio ketika ini selayaknya dibatasi pada pelaksanaan penjaminan KUR yang merupakan aktivitas pemerintah dalam menyebarkan UMKM. Untuk mengukur kapasitas penjaminan dan kemampuan melaksanakan kewajiban penjaminan produk non KUR menyerupai produk Suretyship, Asuransi Kredit Perdagangan dan Reasuransi sanggup memakai indikator Risk Based Capital (RBC) dengan telah memisahkan modal sendiri higienis (ekuitas) penjaminan KUR dan Non KUR terlebih dahulu. Kapasitas Penjaminan non KUR sanggup diukur dengan indikator gearing ratio apabila ekuitas perusahaan telah sanggup dipisahkan untuk masing-masing penjaminan non KUR dan penjaminan KUR serta sesuai dengan tuntutan regulasi yang berlaku.

Pada ketika ini, apabila PPK masih sanggup memakai indikator RBC untuk mengukur kemampuan melaksanakan kewajiban pada produk non KUR dan indikator gearing ratio untuk mengukur kapasitas penjaminan KUR selama regulasi belum secara tegas mengatur indikator tersebut bagi perusahaan Asuransi Kerugian yang menjalankan perjuangan penjaminan. Pengukuran kapasitas penjaminan harus diubahsuaikan dengan tuntutan regulasi dan peraturan terhadap perusahaan yang menjalankan bidang perjuangan Asuransi dan Penjaminan.

Pengelolaan gearing ratio berbasis administrasi risiko korporat didasarkan pada pelaksanaan proses administrasi risiko korporat itu sendiri yang pada ketika ini sedang dalam proses penerapannya dengan memakai aktivitas aplikasi administrasi risiko berbasis Web. Dalam penerapan administrasi risiko korporat (MRK) peranan Risk Owner (RO) sangat penting dan memilih keberhasilan penerapan tersebut. Salah satu success key penerapan MRK yaitu RO menunjukkan laporan hasil identifikasi, pengukuran dan rencana mitigasi risiko untuk mengurangi tingkat risiko yang akan terjadi di masa depan. Risk appetite dan risk tolerance terhadap pengelolaan gearing ratio ini harus ditetapkan oleh Board of Director dan sehabis itu dilakukan kegiatan control activities, monitoring serta membangun info dan komunikasi supaya gearing ratio tetap sanggup dijaga pada tingkat yang diterima oleh perusahaan. Unit kerja yang menjadi risk owner dalam pengelolaan gearing ratio ini yaitu unit kerja Kebijakan yang menangani kegiatan operasional produk tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, pengelolaan gearing ratio yang bisa dipantau secara korporat memposisikan unit administrasi risiko supaya sanggup menunjukkan skenario efek risiko gearing ratio dan rencana mitigasinya berdasarkan risk appetite dan risk toleransi yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai contoh dan petunjuk bagi RO dalam mengelola geraing ratio sesuai dengan PMK No. 222/2008 dan kelompok produk yang diusahakan suatu PPK. Dampak Risiko yang merupakan risk appetite dan tindakan Mitigasi yang dimaksud yaitu sebagai berikut:

Dampak Risiko Penjaminan KUR Usaha Produktif
Berdasarkan Batasan Gearing Ratio

Level Keterangan Aspek
5 Sangat Tinggi Realisasi gearing ratio ≥ 10 kali dengan rata-rata realisasi NPL ≥ 10 %
4 Tinggi Realisasi Gearing ratio ≥ 10 kali dengan rata-rata realisasi NPL ≥ 5 %
3 Menengah Realisasi Gearing ratio ≥ 7 kali dengan rata-rata realisasi NPL ≥ 4 %
2 Kecil Realisasi Gearing ratio ≥ 7 kali dengan rata-rata realisasi NPL < 4 %
1 Sangat Kecil Realisasi Gearing ratio < 7 kali dengan rata-rata realisasi NPL < 3 %


Mitigasi Risiko Dalam Mengendalikan Dampak Risiko Penjaminan KUR Usaha Produktif Berdasarkan Batasan Gearing Ratio

Level Keterangan Mitigasi Risiko
5 Sangat Tinggi 1. Mengoptimalkan pelayanan penyelesaian klaim
2. Mengoptimalkan peranan TI dan unit kerja terkait dalam proses penagihan IJP KUR
3. Melaporkan dan mengajukan penambahan PMN kepada pemerintah dan DPR
4 Tinggi 1. Mengoptimalkan pelayanan penyelesaian klaim
2. Mengoptimalkan peranan TI dan unit kerja terkait dalam proses penagihan IJP KUR
3. Melaporkan dan mengajukan penambahan PMN kepada Pemerintah dan DPR
4. Melakukan penilaian TOR PKS supaya tidak merugikan perusahaan
3 Menengah 1. Mengoptimalkan pelayanan penyelesaian klaim
2. Mengoptimalkan peranan TI dan unit kerja terkait dalam proses penagihan IJP
2 Kecil 1. Mengoptimalkan pelayanan penyelesaian klaim
2. Mengoptimalkan pelayanan akseptasi penjaminan
3. Meningkatkan kualitas proses penagihan IJP
1 Sangat Kecil 1. Mengoptimalkan pelayanan penyelesaian klaim
2. Mengoptimalkan pelayanan akseptasi penjaminan
3. Menagih IJP KUR pada pemerintah



Dampak Risiko Penjaminan Non KUR Usaha Produktif
Berdasarkan Batasan Gearing Ratio

Level Keterangan Aspek
5 Sangat Tinggi Realisasi gearing ratio ≥ 10 kali dengan rata-rata realisasi NPL/NPG ≥ 10 %
4 Tinggi Realisasi Gearing ratio ≥ 10 kali dengan rata-rata realisasi NPL/NPG ≥ 5 %
3 Menengah Realisasi Gearing ratio ≥ 7 kali dengan rata-rata realisasi NPL/NPG ≥ 3 %
2 Kecil Realisasi Gearing ratio ≥ 7 kali dengan rata-rata realisasi NPL/NPG < 3 %
1 Sangat Kecil Realisasi Gearing ratio < 7 kali dengan rata-rata realisasi NPL/NPG < 2 %



Mitigasi Risiko Dalam Mengendalikan Dampak Risiko Penjaminan Non KUR Usaha Produktif Berdasarkan Batasan Gearing Ratio

Level Keterangan Mitigasi Risiko
5 Sangat Tinggi 1. Memberhentikan pelayanan produk
2. Penerapan prinsip kehati-hatian lebih maksimal supaya sanggup menurunkan pembayaran klaim
3. Melakukan penyelesaian klaim dengan maksimal supaya tidak merugikan perusahaan
4. Meningkatkan penagihan IJP/Premi dengan tingkat kolektibilitas optimal dalam menagih piutang usaha
4 Tinggi 1. Memperlambat produksi produk supaya di bawah batasan gearing ratio yang telah ditetapkan
2. Penerapan prinsip kehati-hatian lebih maksimal supaya sanggup menurunkan klaim
3. Meningkatkan kualitas proses penyelesaian klaim supaya tidak merugikan perusahaan
4. Mengevaluasi TOR PKS supaya tidak mengakibatkan kerugian perusahaan
3 Menengah 1. Menerapkan prinsip kehati-hatian supaya klaim menurun
2. Melakukan selektifitas akseptasi penjaminan yang kurang berisiko
2 Kecil 1. Menerapkan prinsip kehati-hatian supaya klaim menurun
2. Melakukan selektifitas akseptasi penjaminan yang kurang berisiko
1 Sangat Kecil 1. Mengoptimalkan pelayanan akseptasi penjaminan supaya mencapai batasan minimal gearing ratio 5 kali
2. Menerapkan prinsip kehati-hatian



Dampak Risiko Penjaminan Non KUR Bukan Usaha Produktif
Berdasarkan Batasan Gearing Ratio

Level Keterangan Aspek
5 Sangat Tinggi Realisasi gearing ratio ≥ 50 kali dengan rata-rata realisasi NPL/NPG ≥ 15 %
4 Tinggi Realisasi Gearing ratio ≥ 50 kali dengan rata-rata realisasi NPL/NPG ≥ 10 %
3 Menengah Realisasi Gearing ratio ≥ 25 kali dengan rata-rata realisasi NPL/NPG ≥ 7 %
2 Kecil Realisasi Gearing ratio ≥ 25 kali dengan rata-rata realisasi NPL/NPG < 7 %
1 Sangat Kecil Realisasi Gearing ratio < 25 kali dengan rata-rata realisasi NPL/NPG < 7 %



Mitigasi Risiko Dalam Mengendalikan Dampak Risiko Penjaminan Non KUR Bukan Usaha Produktif Berdasarkan Batasan Gearing Ratio

Level Keterangan Mitigasi Risiko
5 Sangat Tinggi 1. Memberhentikan pelayanan produk
2. Penerapan prinsip kehati-hatian lebih maksimal supaya sanggup menurunkan pembayaran klaim
3. Melakukan penyelesaian klaim dengan maksimal supaya tidak merugikan perusahaan
4. Meningkatkan penagihan IJP/Premi dengan tingkat kolektibilitas optimal dalam menagih piutang usaha
4 Tinggi 1. Memperlambat produksi produk supaya di bawah batasan gearing ratio yang telah ditetapkan
2. Penerapan prinsip kehati-hatian lebih maksimal supaya sanggup menurunkan klaim
3. Meningkatkan kualitas proses penyelesaian klaim supaya tidak merugikan perusahaan
4. Mengevaluasi TOR PKS supaya tidak mengakibatkan kerugian perusahaan
3 Menengah 1. Menerapkan prinsip kehati-hatian supaya klaim menurun
2. Melakukan selektifitas akseptasi penjaminan yang kurang berisiko
2 Kecil 1. Menerapkan prinsip kehati-hatian supaya klaim menurun
2. Melakukan selektifitas akseptasi penjaminan yang kurang berisiko
1 Sangat Kecil 1. Mengoptimalkan pelayanan akseptasi penjaminan
2. Menerapkan prinsip kehati-hatian dengan optimal
Sumber http://mulyono-oke.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel