Aspek Aturan Kontrak Penjaminan

Dalam perjuangan penjaminan, unsur penting yang harus menjadi perhatian yaitu dasar aturan perjuangan penjaminan itu sendiri yang termuat dalam Hukum Kontrak Penjaminan. Bentuk dan isi aturan kontrak penjaminan merupakan salah satu sumber risiko aturan yang harus diidentifikasi dan diperhatikan mitigasi risiko sehingga tidak menjadi risiko potensial kelak.Kontrak Penjaminan dan Asuransi mempunyai sumber aturan formal yang berbeda sehingga menghipnotis dalam penerapannya.

Kontrak penjaminan yaitu kontrak dimana si penjamin mengikatkan dirinya terhadap kontrak yang telah dilakukan antara si akseptor jaminan dengan si terjamin. Kontrak penjaminan yaitu kontrak antara 3 (tiga) pihak sehingga seharusnya berbeda dengan kontrak/polis asuransi yang melibatkan 2 pihak. Kontrak penjaminan harus memuat secara terang wacana definisi daripada penjamin, akseptor jaminan ataupun terjamin. Apabila selama ini konotasi masyarakat mengenai kontrak penjaminan lebih kepada kontrak antara tiga pihak dalam transaksi penjaminan kredit maka perlu dipakai istilah yang sama menyerupai penjamin, akseptor jaminan dan terjamin untuk kontrak yang bukan merupakan kontrak penjaminan kredit. Dengan demikian setiap kontrak yang melibatkan 3 pihak dan bersifat asesoir terhadap perjanjian pokok sanggup dinyatakan sebagai kontrak penjaminan bukan kontrak asuransi ataupun kontrak lainnya.

Yang perlu juga mendapat perhatian khusus dalam kontrak penjaminan yaitu mengenai santunan terhadap manfaat-manfaat apa saja yang sanggup diterima oleh si terjamin sekaligus kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh si terjamin secara jelas. Walaupun dalam masalah penjaminan kredit bank, klaim dibayarkan melalui akseptor jaminannya yaitu bank sendiri namun perlu juga ditegaskan hak-hak dari terjamin apabila yang bersangkutan meninggal dunia atau tidak bisa untuk melunasi kreditnya. Juga perlu ditegaskan mengenai bagaimana cara penanganan kolateral secara transparan semoga tidak merugikan satu pihak pun jua.
Dalam kaitannya dengan subrograsi selama ini sebab pihak bank yaitu yang menyimpan kolateral tambahan, recovery dari kolateral memang dibagikan menurut proporsi yang telah disepakati antara bank dan penjamin. Namun demikian, penjamin mencicipi bahwa pihak bank lebih memprioritaskan recovery untuk kepentingan bank padahal seharusnya dibagikan secara proporsional.

Dasar aturan dari penjaminan di Indonesia yaitu KUHPerdata Bab XVII wacana penanggungan utang. Pada pasal 1820 dinyatakan bahwa perjanjian wacana penanggungan, dimana pada salah satu pasalnya dinyatakan bahwa orang boleh melaksanakan penjaminan terhadap pihak lain.
Di dalam kontrak penjaminan juga harus secara terang dicantumkan cara penyelesaian aturan yang akan diambil apabila ternyata salah satu pihak wanprestasi. Tentunya harus ada dasar-dasar yang terang wacana latar belakang pembuatan pasal-pasal supaya tidak terkesan bahwa kontrak tersebut dibentuk secara asal jadi saja.

Dalam butir2 kontrak penjaminan juga harus terang mengatur duduk masalah subrogasi dan recoveries yang menjadi hak penjamin serta sanggup menjelaskan skim penjaminan yang harus memperhatikan prinsip-prinsip kehati-hatian.
Sumber http://mulyono-oke.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel