Paket Ekonomi Memperkuat Ekonomi Lemah

Maraknya warta pemberdayaan UKM melalui Inpres No.6 tahun 2007 dikala ini menunjukan masih adanya pro kontra wacana keberpihakan dengan kekuatan ekonomi yang lemah. Dengan prosedur penjaminan kredit UKM melalui Lembaga Penjamanan Kredit milik pemerintah, UKM diharapkan sanggup memperoleh fasilitas susukan modal dari perbankan yang selama ini sulit diperoleh. Untuk meningkatkan kapasitas penjaminan kredit ini pemerintah akan menyuntikan dana sebesar Rp.1,45 triliun kepada LPK. Pemberdayaan UKM melalui paket kebijakan ekonomi diperkirakan akan menggerakan sektor riil dan membawa dampak positip terhadap perekonomian. Penjaminan kredit UKM ini akan direleasikan hingga tahun 2011 dan diperkirakan akan menyediakan lapangan pekerjaan sebanyak 3,3 juta orang, kredit perbankan diserap oleh sekitar 1,8 juta UKM, membuat PDB sebesar Rp. 66,71 triliun dan sumbangan pada pertumbuhan ekonomi sebesar 4,38 %. Paket ekonomi untuk memperkuat ekonomi lemah ini perlu didukung oleh semua pihak alasannya menyangkut kesejahteraan rakyat Indonesia.



Memperkuat UKM
Sejarah perekonomian Indonesia selama ini masih menempel dengan peranan ekonomi lemah yang berasal dari UKM yang merupakan kekuatan ekonomi yang dipinggirkan oleh forum keuangan indonesia alasannya dianggap masih mempunyai resiko yang besar. Namun tidak sanggup dipungkiri bahwa justru kekuatan ekonomi dan peranan UKM inilah yang menyelamatkan ekonomi Indonesia dari guncangan krisis ekonomi tahun 1998. Menurut data dari Departemen Koperasi (tabel 1), tercatat jumlah UKM di Indonesia pada tahun 2006 sebanyak 48, 93 juta UKM dan berhasil membuat nilai PDB (berdasarkan harga berlaku) UKM sebesar Rp. 1.778 triliun dengan produktivitas UKM per unitnya pada tahun yang sama sebesar 36 juta/unit. Dari jumlah unit UKM tersebut yang terbesar berasal dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan, & perikanan yaitu sebanyak 26,21 juta unit yang membuat nilai PDB sebesar Rp. 412,04 triliun dan yang terkecil berasal sektor listrik, gas, dan air higienis sebanyak 15, 46 ribu unit yang menyumbangk nilai PDB UKM sebesar Rp. 2,46 triliun.
Kekuatan ekonomi lemah yang menempel pada UKM ini akan diperkuat oleh pemerintah dengan jalan memperlihatkan fasilitas dalam memperoleh susukan modal dari perbankan melalui prosedur penjaminan kredit. Karena selama ini pihak perbankan kurang menganggap penting kekuatan ekonomi UMKM ini sehingga sulit untuk memperoleh embel-embel modal kerja atau investasi dari perbankan. Menurut data BI, dikala ini hanya 19 juta unit UKM atau gres 35 % UKM yang terjangkau oleh perbankan atau yang dikategorikan yang mempunyai rekening di bank. Kredit UKM juga telah tumbuh sebesar 18,4 % atau mencapai Rp. 72 triliun dari total penyaluran pada bulan Juni 2006 ( Rp.390 triliun). Hal ini memperlihatkan bahwa pangsa kredit UKM masih sangat besar dan mencapai 52,5 % dari total outstanding kredit nasional. Untuk menggerakan sektor riil pemerintah telah mengeluarkan kebijakan ekonomi yang dituangkan dalam Inpres No. 6 tahun 2007 untuk memperlihatkan suntikan dana berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada Lembaga Penjaminan Kredit (LPK) milik pemerintah yaitu PT. Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perum Sarana. Nilai PMN yang akan disuntikan menurut Inpres No. 6 tahun 2007 sebesar Rp. 1,45 triliun dengan rincian untuk PT. Askrindo sebesar Rp. 850 milyar dan Rp. 600 milyar kepada Perum Sarana.
Tujuan penyuntikan PMN kepada Lembaga Penjaminan Kredit (LPK) tersebut ialah semoga kapasitas penjaminan LPK semakin besar sehingga sanggup diperkirakan menutup penjaminan kredit lebih dari Rp. 30 triliun dari perbankan yang akan disalurkan ke UKM. Kondisi ini tentu akan menyebabkan susukan UMKM kepada perbankan semakin terbuka. Disamping itu, dengan adanya penjaminan kredit ini perbankan tidak ragu lagi memperlihatkan kredit dan masuk ke sektor UMKM. Hasil simpulan dari UKM memperoleh modal kerja atau investasi dari perbankan ialah sanggup menggerakan sektor riil dan sanggup menyerap tenaga kerja serta memperlihatkan stimulus bagi perekonomian.




Pengaruh UKM Terhadap Ekonomi
Penjaminan kredit diberikan kepada UKM yang tidak memenuhi syarat perbankan dalam memperoleh modal (unbankable) namun memliki prospek bisnis yang baik (eligible) alasannya produknya banyak dipesan atau diminta oleh pasar dan mempunyai kinerja yang baik. Dengan penjaminan kredit, UKM yang unbankable tetapi eligible sanggup memperoleh suntikan dana dari perbankan. Setelah UKM tumbuh besar dengan bertambahnya modal kerja atau investasi dan menjadi bankable, maka penjaminan kredit ini tidak perlu diberikan lagi. UKM yang memperoleh suntikan dana akan menambah kapasitas produksi akhir adanya usul pasar besar sehingga secara aggregat atau nasional akan meningkatkan produk domestik bruto (PDB) nasional. Disamping itu, untuk memperoleh kapasitas produksi yang semakin besar diharapkan tenaga kerja sehingga akan membuka lapangan pekerjaan dimana UKM berada. Dengan demikian, efek penjaminan kredit terhadap ekonomi sanggup diperkirakan secara statistik antara lain dengan memakai data nilai PDB UKM, Investasi UKM, jumlah peresapan tenaga kerja dan jumlah unit UKM dari Departemen Kopreasi yang telah diolah.
Berdasarkan data tersebut dengan melihat sketsa penambahan PMN yang disetor ke LPK dengan aneka macam skenario menyerupai pada tabel 2, diperkirakan perbankan akan mengucurkan kredit dari perbankan dengan jumlah plafond kredit hingga Rp. 30,2 triliun pada tahun 2011 dengan jumlah PMN hingga dengan Rp. 1 triliun akan membuat lapangan pekerjaan sebanyak 3,33 juta orang; 1,83 juta unit UKM gres atau jumlah UKM yang sanggup menyerap dana perbankan; membuat nilai PDB sebesar Rp. 66,71 triliun; dan memperlihatkan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 4,38 %. Semakin besar jumlah PMN yang disuntikan untuk menambah kapasitas penjaminan kredit maka semakin besar efek faktual terhadap perekonomian.
Angka asumsi sasaran PMN ini akan terwujud apabila perbankan serius mendukung Inpres no. 6 tahun 2007 dan melaksanakan aneka macam taktik semoga kredit yag dikucurkan sanggup merubah UKM yang unbankable menjadi UKM bankable serta kredit yang dikucurkan benar-benar sempurna sasaran dan diterima oleh UKM yang memang memerlukan sumbangan suntikan dana. Hal ini perlu dilakukan alasannya jumlah kredit yang dikuncurkan sangat besar yaitu Rp. 30 triliun lebih dan semoga sanggup menurunkan budbahasa hazard dari UKM gadungan yang berusaha memperoleh suntikan dana perbankan alasannya memang kredit yang dikuncurkan nanti ialah kredit dengan bunga yang rendah atau kredit dengan bunga bersubsidi dari pemerintah serta tidak memerlukan colateral atau persyaratan yang memberatkan UKM. Selain itu, taktik yang harus dilakukan perbankan ialah melaksanakan training eksklusif ke UKM semoga sanggup memakai dana kredit tersebut seoptimal mungkin untuk menambah kapasitas produksi atau nilai tambah.
Program penjaminan kredit ini untuk menjamin kredit UKM yang merupakan jadwal pemerintah, menurut pengalaman LPK yang pernah juga mendapatkan jadwal yang serupa mulai tahun 1971 – 1996, ialah jadwal yang memliki loss ratio yang relatif tinggi atau kredit yang diberikan memang banyak yag default (wanprestasi), maka perlu dilakukan aneka macam taktik semoga LPK tidak kesulitan membayar klaim atau bahkan bangkrut. Hal ini juga dialami oleh LPK di negara-negara Asia yang tergabung dalam ACSIC (Asian Credit Supplementation Institution Confederation). ACSIC yang beranggotakan 16 LPK (Credit Guarantee Corporation) yang berasal dari 11 negara Asia (3 negara observer) yang didirikan semenjak tahun 1987. Seperti terlihat pada tabel 3, LPK di lingkungan ACSIC menyerupai dari Jepang (LPK Jasme dan NFCGC) dan Korea (LPK KIBO dan KODIT) selama beberapa waktu mengalami kerugian (loss) alasannya menjamin kredit UKM yang merupakan jadwal pemerintah. Namun ukuran keberhasilan LPK bukan hanya dilihat pada laporan Laba/Rugi saja tetapi dari keberhasilannya menyebarkan UKM yang unbankable menjadi UKM bankable dan eligible. Jepang dan Korea merupakan negara yang mempunyai UKM yang sudah maju bahkan sudah mengglobal.

Strategi bisnis LPK
LPK sebagai BUMN selain mempunyai aspek public service oriented (PSO) juga dituntut profit oriented (PO). Agar LPK memperoleh laba dalam bisnis penjaminan kredit maka perlu dilakukan bebagai taktik bisnis sehingga selain sanggup membantu jadwal pemerintah untuk menyebarkan UKM yang memang bersifat PSO menyerupai halnya LPK di Negara Jepang dan Korea, juga sanggup memperlihatkan dividen kepada pemerintah. Seperti pada tabel 3, LPK PT Askrindo justru memperoleh laba dalam menjalankan bisnis Penjaminan Kredit alasannya memang sudah berpengalaman membantu UKM semenjak tahun 1971 dengan total UKM yang dibantu lebih dari 6,5 juta unit dengan jumlah nilai penjaminan lebih dari Rp. 71,5 triliun. Strategi bisnis yang telah dilakukan PT Askrindo semoga tetap untung adalah; pertama, semenjak tahun 1997 melaksanakan diversifikasi produk dengan memasarkan produk Asuransi Kredit (Credit Insurance menyerupai Asuransi Kredit Perdagangan dan Surety Bond) yang berorientasi profit. Dengan demikian, bisnis credit insurance ini dirancang untuk pure business yang profit oriented sehingga sanggup melaksanakan Crossed Subsidy terhadap bisnis LPK yang juga dijalankan oleh perusahaan; Kedua, melaksanakan suatu penutupan penjamian kredit yang bersifat closed system yang berarti bahwa penutupan penjaminan kredit jadwal pemerintah harus risk sharing dengan forum pemerintah terkait atau pemerintah tempat sehingga resiko ditanggung bersama antara PT. Askrindo dengan Pemerintah Daerah setempat yang mempunyai tujuan untuk menggerakan sector riil di daerah; Ketiga, meningkatkan peranan risk management dengan memperlihatkan hukum main, menyerupai memperlihatkan syarat collateral (agunan) yang tidak memberatkan dan lebih tajam melaksanakan analisis penjamian kredit, yang sanggup mengurangi resiko terjadinya klaim. Tugas para analis penjaminan kredit memegang peranan penting disini; dan keempat, mengelola investasi dari PMN yang disetor dan dana perusahaan lainnya dengan memanfaatkan instrumen investasi yang tersedia di pasar secara optimal sehingga menguntungkan. Strategi bisnis telah dilakukan juga oleh LPK lainnya untuk memperoleh profit dengan cakupan dan kualitas taktik yang berbeda.

Kesimpulan
Kekuatan ekonomi lemah yang menempel pada UKM akan diperkuat oleh pemerintah melalui paket kebijakan ekonomi dengan mengeluarkan Inpres no. 6 tahun 2007. jadwal pemberdayaan UKM ini ditujukan semoga UKM sanggup memperoleh fasilitas dalam susukan modal dari perbankan. Sudah mahfum, bahwa perbankan hingga dikala ini kurang berminat memperlihatkan modal ke UKM karena masih dianggap mempunyai resiko yang tinggi. Padahal UKM telah diuji mempunyai daya tahan yang lebih besar dibandingkan dengan kekuatan ekonomi besar pada dikala krisis ekonomi tahun 1998 dan paling banyak menyerap lapangan pekerjaan. Sudah waktunya pemerintah dan seluruh kekuatan ekonomi bangsa ini mendukung jadwal paket kebijakan pemberdayaan UKM yang mulia ini untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.





*) Oleh Mulyono,SE,MM, Pengamat Penjaminan Kredit
Sumber http://mulyono-oke.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel