Strategi Pengendalian Risiko Kerugian Dengan Pre Claim Treatment Dalam Dunia Penjaminan

I. Pendahuluan
Perkembangan dunia perjuangan yang semakin bermacam-macam dan penuh dengan komplesitas telah menjadikan ketidakpastian (uncertainty) usaha. Kondisi ini tentu akan membuat risiko perjuangan yang harus diantisipasi oleh dunia usaha. Berbagai cara untuk meminimalisir risiko dilakukan termasuk diantaranya memakai jasa asuransi dan penjaminan.
Jasa asuransi mengatakan jasa penyebaran risiko antara perusahaan asuransi dan tertanggung dengan menerbitkan polis asuransi. Risiko yang ditanggung dalam asuransi bersifat tidak menentu (uncertainty) sehingga sulit diprediksi (unpredictable). Dalam asuransi, perjanjian penanggungan risiko melibatkan dua pihak yaitu penanggung dan tertanggung dimana tertanggung diwajibkan membayar premi untuk memperoleh proteksi risiko yang mengakibatkan timbulnya prinsip no premi no klaim. Konsekuensi prinsip asuransi ini ialah klaim yang diajukan oleh tertanggung sanggup diterima apabila premi sudah dibayarkan. Namun demikian, pada kenyataan dalam praktek perjuangan asuransi, sertifikat/polis asuransi sanggup diterima oleh tertanggung melalui mekanisme transaksi asuransi yang sanggup melahirkan suatu pembayaran premi yang tidak cash and carry namun memerlukan suatu jangka waktu pembayaran. Pada Jasa asuransi untuk berbagi risiko (spread of risk) sanggup dilakukan dengan beberapa taktik yaitu memakai jasa re-asuransi, co-sharing, dan pencadangan klaim. Strategi ini dilakukan supaya kinerja keuangan perusahaan tetap baik pada ketika terjadi klaim yang relatif besar. Pada dunia asuransi, tidak ada suatu taktik dalam meminimalisir nilai klaim yang sudah terjadi. Apabila risiko kerugian sudah terjadi dan layak maka penanggung harus segera membayar klaim sesuai yang diperjanjikan dalam polis asuransi. Hal ini berbeda dengan jasa Penjaminan yang mengatakan peluang supaya sanggup meminimalkan pembayaran klaim melalui proses penyelesain klaim (pre claim treatment).
Dalam dunia penjaminan, penyebaran risiko dilakukan dengan melibatkan 3 (tiga pihak) yaitu Penjamin, Penerima Jaminan, dan Terjamin. Risiko yang timbul masih sanggup diperkirakan (predictable) menurut indikator risiko walaupun seringkali imbas moral hazard lebih lebih banyak didominasi sebagai penyebab timbulnya risiko. Strategi yang sanggup dilakukan untuk berbagi risiko penjaminan ialah dengan cara memakai re-guarantee, co-guarantee dan agunan. Penyebaran risiko untuk minimalisir pembayaran klaim yang terjadi dengan memakai agunan sebesar 20 % merupakan suatu taktik yang sanggup dilakukan walaupun penjaminan itu sendiri merupakan pengganti agunan dalam memperoleh proteksi risiko.
Dalam dunia penjaminan, pencadangan klaim sebagai antisipasi dari asumsi klaim yang akan terjadi belum suatu keharusan dan belum diatur dalam regulasi penjaminan. Seandainya ada perusahaan penjaminan yang melaksanakan pencadangan klaim untuk antisipasi klaim yang akan terjadi dan dalam rangka untuk menjaga keuangan perusahaan supaya tetap sehat, taktik ini diperbolehkan. Perusahaan penjaminan sebagaimana perusahaan jasa keuangan lainnya mempunyai kewajiban kepada peserta jaminan yaitu dalam bentuk pinjaman ganti rugi apabila si terjamin gagal untuk memenuhi kewajibannya terhadap si peserta jaminan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Tidak jarang terjadi bahwa pembayaran ganti rugi kepada peserta jaminan jauh melebihi pendapatan imbal jasa yang diterima sehingga perusahaan setiap ketika dalam kondisi yang penuh dengan risiko.
Dihadapkan dengan situasi tersebut maka kemampuan perusahaan penjaminan untuk sanggup memperkirakan seberapa besar klaim yang akan ditanggung selama satu tahun sangat membantu kesinambungan dari perusahaan. Angka asumsi itu sendiri bukanlah didapatkan dari rekaan yang tanpa dasar namun didasarkan dari pengalaman yang telah teruji dalam kurun waktu tertentu. Dengan menurut formula tertentu perusahaan penjaminan sanggup membentuk cadangan yang bermanfaat dalam mengatakan tingkat keakuratan daripada klaim yang harus dipenuhi di masa yang akan datang.
Dengan adanya ketentuan pencadangan, maka imbal jasa penjaminan yang diterima sanggup dialokasikan secara lebih efektif. Sebagian dari imbal jasa yang diterima akan pribadi dimasukkan ke cadangan sehabis dikurangi dengan biaya operasional dan beban pemasaran. Tentunya dana yang disiapkan untuk cadangan tetap sanggup dipakai untuk acara investasi. Namun alasannya ialah cadangan tersebut akan dipakai untuk kewajiban jangka pendek yang mempersyaratkan likuiditas yang tinggi, perusahaan harus sanggup menginvestasikan dana tersebut pada sarana-sarana investasi yang sangat likuid.
Dalam perjuangan Penjaminan, taktik untuk meminimalisir pembayaran klaim di perbolehkan supaya sanggup menyelamatkan perusahaan penjaminan untuk membayar klaim lebih besar lagi. Perlakuan untuk menimalisir pembayaran klaim ini dilakukan oleh perusahaan asuransi di Eropa yang tergabung dalam asosiasi ICISA khususnya untuk produk Surety Bond. Surety Bond secara nature masuk dalam kategori perjuangan penjaminan namun sudah memasyarakat surety bond masuk dalam perjuangan asuransi.. Hal ini terjadi alasannya ialah pada ketika surety bond masuk dalam perjuangan asuransi belum ada regulasi yang mengatur wacana perjuangan Penjaminan. Dengan demikian, analogi penyelesaian klaim ini bisa diterapkan dalam perjuangan penjaminan di Indonesia. Hal yang berbeda terjadi pada proses penyelesaian klaim yang dilakukan oleh perusahaan asuransi di ICISA ialah apa yang dilakukan oleh perusahaan asuransi di Amerika Serikat yang tidak memakai cara lain untuk mereduksi pembayaran klaim
Strategi Minimalisir pembayaran klaim ini hampir sama dengan taktik dalam penyelesaian kredit di perbankan. Namun tidak semua action plan dalam penyelesaian kredit di perbankan sanggup dipakai dalam menuntaskan duduk kasus klaim di perjuangan Penjaminan. Action plan yang dipakai harus diubahsuaikan dengan sifat nature dari Bisnis Penjaminan itu sendiri dan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Faktor penting dalam menjalan perjuangan meminimalisir pembayaran klaim ialah berpatok pada dasar aturan dan regulasi yang ada. Dengan demikian, dasar aturan dan regulasi yang berlaku menjadi prasyarat utama dalam menjalankan taktik minimalisir pembayaran klaim apalagi menyangkut keuangan/asset negara dan keuangan perusahaan pemerintah. Hal tersebut harus dilakukan supaya berazas pada azas kepatuhan (comply) terhadap regulasi yang ada.

II. Dasar Hukum
1. Keputusan Menteri Keuangan RI. No. 424/KMK.06/2003 wacana Kesehatan Keuangan perusahaan Asuransi dan perusahaan Reasuransi.
2. Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.05/2005 wacana Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.06/2003 wacana Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.
3. Peraturan Menteri Keuangan No. 222/PMK.010/2008 wacana Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit

III. Kiat-Kiat Minimalisir Pembayaran Klaim dalam Usaha Penjaminan
3.1. Metode Minimalisir Pembayaran Klaim
Pengendalian risiko yang dilakukan oleh perusahaan penjaminan supaya tetap sustain dimulai pada ketika proses underwriting dengan menerapkan prinsip kehati-hatian hingga pada proses pembayaran klaim. Untuk melindungi kesehatan keuangan perusahaan penjaminan dalam menghadapi pembayaran klaim yang lebih besar alasannya ialah perjuangan penjaminan ialah perjuangan yang berisiko tinggi, maka sesuai dengan regulasi yang ada, perusahaan penjaminan diperbolehkan melaksanakan suatu kebijakan atau treatment yang mengarah pada proses penyelesaian klaim yang menguntungkan perusahaan yang dikenal dengan Pre Claim Treatment . Pre claim treatment dirancang sebagai metode untuk meminimalisir pembayaran klaim dengan cara supaya nasabah yang bermasalah sanggup mengalami proses recovery sehingga mengurangi tingkat kegagalan/default atau mengurangi pembayaran klaim alasannya ialah nilai tuntutan klaimnya menurun sebagai akhir proses busines recovery yang berhasil.
Ada beberapa metode yang sanggup dilakukan dalam minimalisir pembayaran klaim yaitu sebagai berikut:
1. Pembayaran uang muka klaim (UMK) kepada obligee/Penerima Jaminan
2. Bantuan Penyelesaian Proyek supaya proyek peserta jaminan/obligee sanggup berjalan kembali dan sukses
3. Memberikan Penjaminan Kembali kepada Debitur yang sama untuk membantu memperoleh dana dari forum pembiayaan.
4. Memberikan pinjaman dengan menerbitkan Promissory Notes (PN) untuk membantu kebutuhan pembiayaan Terjamin dalam rangka mencapai prestasi yang ditetapkan oleh Penerima Jaminan
Dalam mengatakan solusi penyelesaian klaim yang melibatkan pihak Penerima Jaminan, Terjamin dan pihak lainnya, Perusahaan Penjaminan bertindak sebagai Negosiator yang menjembatani kepentingan seluruh pihak yang terkait. Fasilitasi yang diberikan untuk menuntaskan klaim tersebut merupakan beban yang sanggup ditawarkan pada pihak-pihak yang terlibat. Dengan demikian, perusahaan penjaminan tidak mengeluarkan recovery cost yang relatif besar dibandingkan dengan klaim layak yang harus dibayarkan.
Strategi lainnya yang sanggup dilakukan untuk mereduksi pembayaran klaim ialah dengan cara rescheduling dan reconditioning yang sanggup mengatakan keringan debitur dalam memperoleh pencapaian prestasi perjuangan yang dijamin.
3.2. Kewenangan Pengambilan Keputusan Untuk Strategi Penyelesaian Klaim
No.
Action Plan
Pejabat yang Berwenang Menilai dan Memutus
1.
Rescheduling
Direktur Teknis
2
Reconditioning
Direktur Teknis
3
Pembayaran UMK dan Penerbitan PN


Klasifikasi nilai UMK:


● s/d Rp. 5 Milyar
Direktur Teknis/Direktur Keuangan/Direktur Klaim

● > Rp. 5 milyar ≤ Rp. 10 milyar
Direktur Teknis/Direktur Keuangan/Direktur Klaim

● > Rp. 10 milyar
Direksi/Dekom
4.
Bantuan Penyelesaian Proyek


● s/d Rp. 1 Milyar
Direktur Teknis/Direktur Keuangan/Direktur Klaim

● > Rp. 1 milyar ≤ Rp. 5 milyar
Direktur Teknis/Direktur Keuangan/Direktur Klaim

● > Rp. 5 milyar
Direksi/Dekom



5.
Pemberian Penjaminan Kembali
Direktur Teknis/Direktur Keuangan/Direktur Klaim
3.3. Standar Operasi dan Prosedur Pre Claim Treatment.
Pemberian pre claim treatment untuk perjuangan mereduksi pembayaran klaim juga diperkirakan sanggup menjadikan risiko kerugian gres dalam proses pelaksanaannya. Untuk mengantisipasi dan mengendalikan risiko yang terjadi dari proses pre claim treatment perlu disusun standar operasi dan prosedure yang memenuhi prinsip kehati-hatian, penerapan prinsip GCG, dan Pengenalan Mengenai Nasabah (PMN). Disamping itu, juga diharapkan tenaga hebat yang mempunyai kompetensi khusus sanggup berinteraksi dengan nasabah, mempunyai pengetahuan wacana produk dan mempunyai kompetensi dalam bidang aturan yang relevan.
Sumber http://mulyono-oke.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel